Duduk termenung seorang diri
Seorang bapak yang sehari-hari bekerja sebagai seorang guru
Terlihat jelas di wajahnya guratan kekhawatiran
Gelisah tak kunjung pergi dari benaknya
Apa yang beliau pikirkan,
Gaji yang belum dibayar ?
Atau cicilan utang yang belum lunas ?
Nampaknya bukan itu yang penyebab kegelisahan
Ia gelisah karena satu hal,
gkawatirkan nasib anak-anak didiknya
Akankah mereka kelak menjadi orang berguna ?
Atau menjadi sumber petaka bagi negara dan dunia
Banyak anak yang melupakan nasihat orang tua
Mengabaikan ajaran-ajaran mulia
Mengumbar nafsu beserta sahwatnya
Bergelimang harta bertaruh nyawa
Hingga terseret arus narkoba dan kejahatan
Sang Gurupun tak sengaja meneteskan air mata
Karena takut jika itu semua akan menjadi nyata
Karena takut jika perjuangan selama ini akan sia-sia
Karena takut anak didiknya justru kelak menjadi musuhnya
Oh Tuhan, kapankah engkau menerima setiap jerih payahnya ?
Mengajar penuh keikhlasan, hanya untuk mendapatkan surga
Tidak peduli dengan gaji tidak seberapa,
Ia yakin, Tuhan selalu bersama
guru-guru yang mengajarkan kebaikan
Penghuni dan langitpun mendoakannya.
Oh ...
Kami merindukan ....
Kami mendabakan ....
Agar kelak diantara kalian ada yang membanggakan kami
Karena prestasi-prestasi
Menjadi orang-orang mulia
Semoga kelak kita bisa berkumpul di sorga,
Sebagaimana, kita pernah berkumpul di dunia.
Sebagaimana kita berkumpul di sekolah kita
Tempat itu akan menjadi kenangan manis
Bangunan, meja , dan kursi akan menjadi saksi
Papan tulispun tersenyum
Ketika kita berkumpul kembali di sorga..
Amin