Meskipun 71 tahun telah merdeka tetapi belum semua masyarakat Indonesia dapat menikmati kemerdekaan. Hal yang wajar apabila yang menerima sanksi masyarakat yang telah melakukan pelanggaran hukum, tetapi tidak sepantasnya apabila yang menerima sanksi adalah guru yang telah mengabdi lebih dari 20 tahun tanpa melakukan pelanggaran apapun. Akhir-akhir ini banyak guru yang terhenti tunjangan sertifikasinya karena mata pelajaran yang diampu tidak linier dengan bidang sertifikasi, meskipun syarat lainnya telah terpenuhi.
Meskipun mengajar lebih dari 40/ minggu tetap saja tidak ada nilainya apabila dihadapkan pada tunjangan profesi. Sebagai contoh yang dialami penulis, dengan pemberlakuan linieritas tunjangan profesi tidak bisa dicairkan meskipun mengajar lebih dari 24 jam (batas minimal jam mengajar). Penulis tidak bisa mengajar sesuai bidang sertifikasi karena sekolah masih menggunakan kurikulum KTSP, bidang sertifikasi Sejarah harus mengajar mata pelajaran IPS, karena dalam kurikulum tersebut tidak ada mata pelajaran Sejarah melainkan IPS, mapel Sejarah terdapat pada Kurikulum 2013. Masih banyak lagi kebijakan yang mempersulit dan memberatkan guru dalam melaksanakan tugas seperti halnya sistem kenaikan pangkat dengan menggunakan Angka Kredit (PAK) Tahunan, persebaran guru yang tidak merata, mata pelajaran yang berganti ganti. Pemangku kebijakan di atas tidak peduli dengan penderitaan yang dialami oleh banyak guru, beliau-beliau di atas terus menjalankan program-programnya guna meningkatkan mutu pendidikan, meskipun hasil yang dicapai sebaliknya. Haruskah guru menolak mengajar mata pelajaran yang tidak linier dengan bidang sertifikasi ketika sekolah itu tidak memiliki guru mapel tertentu yang sesuai dengan kurikulum yang ada. Misalnya, dalam kurikulum terdapat mata pelajaran IPS, sedangkan guru yang ada memiliki sertifikasi Sejarah. Tentunya keadaan tersebut menjadi buah simalakama bagi guru tersebut. Menolak maka dipecat, menerimapun kehilangan tunjangan profesi dan mata pelajaran IPS pun tidak ada yang mengajar, secara administrasi sekolahpun akan kena sanksi. Kesimpangsiuran kebijakan masih terjadi di negeri ini seiring dengan pergantian menteri, dua buah kurikulum yang saling berseberangan masih terus diberlakukan. Bagaimana mungkin kualitas pendidikan akan meningkat ketika perangkat utama pendidikan nasional itu sendiri tidak memiliki kualitas. Bagaimana kualitas pendidikan akan dapat meningkat sedangkan pelaksana pendidikan (guru) mengalami penderitaan, tekanan, baik yang datangnya dari atas maupun yang dari masyarakat luas. Selain pembagian kesejahteraan yang tidak jelas, juga mengalami tekanan dari masyarakat yang tidak memahami pendidikan. Fakta telah membuktikan tidak sedikit guru yang menjadi korban hingga masuk penjara.
Meskipun mengajar lebih dari 40/ minggu tetap saja tidak ada nilainya apabila dihadapkan pada tunjangan profesi. Sebagai contoh yang dialami penulis, dengan pemberlakuan linieritas tunjangan profesi tidak bisa dicairkan meskipun mengajar lebih dari 24 jam (batas minimal jam mengajar). Penulis tidak bisa mengajar sesuai bidang sertifikasi karena sekolah masih menggunakan kurikulum KTSP, bidang sertifikasi Sejarah harus mengajar mata pelajaran IPS, karena dalam kurikulum tersebut tidak ada mata pelajaran Sejarah melainkan IPS, mapel Sejarah terdapat pada Kurikulum 2013. Masih banyak lagi kebijakan yang mempersulit dan memberatkan guru dalam melaksanakan tugas seperti halnya sistem kenaikan pangkat dengan menggunakan Angka Kredit (PAK) Tahunan, persebaran guru yang tidak merata, mata pelajaran yang berganti ganti. Pemangku kebijakan di atas tidak peduli dengan penderitaan yang dialami oleh banyak guru, beliau-beliau di atas terus menjalankan program-programnya guna meningkatkan mutu pendidikan, meskipun hasil yang dicapai sebaliknya. Haruskah guru menolak mengajar mata pelajaran yang tidak linier dengan bidang sertifikasi ketika sekolah itu tidak memiliki guru mapel tertentu yang sesuai dengan kurikulum yang ada. Misalnya, dalam kurikulum terdapat mata pelajaran IPS, sedangkan guru yang ada memiliki sertifikasi Sejarah. Tentunya keadaan tersebut menjadi buah simalakama bagi guru tersebut. Menolak maka dipecat, menerimapun kehilangan tunjangan profesi dan mata pelajaran IPS pun tidak ada yang mengajar, secara administrasi sekolahpun akan kena sanksi. Kesimpangsiuran kebijakan masih terjadi di negeri ini seiring dengan pergantian menteri, dua buah kurikulum yang saling berseberangan masih terus diberlakukan. Bagaimana mungkin kualitas pendidikan akan meningkat ketika perangkat utama pendidikan nasional itu sendiri tidak memiliki kualitas. Bagaimana kualitas pendidikan akan dapat meningkat sedangkan pelaksana pendidikan (guru) mengalami penderitaan, tekanan, baik yang datangnya dari atas maupun yang dari masyarakat luas. Selain pembagian kesejahteraan yang tidak jelas, juga mengalami tekanan dari masyarakat yang tidak memahami pendidikan. Fakta telah membuktikan tidak sedikit guru yang menjadi korban hingga masuk penjara.
Oleh karena itu kami mohon menteri yang baru, agar tidak mengumbar program, tetapi perbaiki sistem pendidikan di negeri ini dengan baik, sehingga penyelenggara pendidikan dapat melaksanakan tugasnya dengan nyaman tidak dihantui ancaman. Tidak usah terpengaruh dengan kemajuan pendidikan di negara maju, karena sebenarnya di negeri ini sebenarnya telah memiliki sistem pendidikan yang tidak kalah baiknya dengan mereka. Apabila menerapkan semboyan “Ing Ngarsa Sung Tulodha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani” dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab dengan didukung dengan teknologi yang ada, maka sebenarnya pendidikan di negeri ini tidak kalah dengan pendidikan di negera maju. Mengapa kita harus menghambur-hamburkan dana untuk membodohi bangsa dan menghianati warisan luhur nenek moyang sendiri. Semoga bapak menteri pendidikan yang baru tidak seperti yang sudah-sudah, dimana ketika mengakhiri tugasnya meninggalkan segudang masalah dan masalah pendidikan terus bertambah seiring dengan banyaknya pergantian menteri.
Kami guru-guru yang mendapat perlakuan kurang adil tentu sangat berterima kasih apabila bapak menteri yang baru lebih mengutamakan penyelesaian masalah yang ada guna meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini. http://anggota.igi.or.id/anggota-igi-ari-handoko-49.html