GANGGUAN KEAMANAN PASCA INDONESIA MERDEKA (1946-1965)
Gangguan keamanaan setelah Indonesia merdeka ternyata tidak sedikit, gangguan keamanan tersebut bukan saja dampak dari kedatangan kembali Belanda ke Indonesia, tetapi juga disebabkan oleh bangsa Indonesia sendiri, sehingga stabilitas politik dan keamanan. Gangguan keamanan tersebut dikelompokkan menjadi gangguan keamanan yang terjadi sebelum Indonesia mendapat pengakuan internasional dan gangguan keamanan setelah Indonesia mendapat pengakuan dari Belanda. Gangguan keamanan yang terjadi sebelum sebelum pengakuan kedaulatan antara lain :
A. Peristiwa 3 Jul 1946, didalangi oleh Tan Malaka
Tanggal 27 Juni 1946 terjadi penculikan atas diri Perdana Menteri Sjahrir, Menteri Kemakmuran Darmawan Mangunkusumo, dan beberapa tokoh kabinet lainnya. Pada tanggal 28 Juni 1946, Presiden Soekarno menyatakan keadaan bahaya di Indonesia. Pada tanggal 29 Juni 1946 seluruh kekuasaan diserahkan kepada Presiden Sukarno. Presiden Sukarno kemudian berpidato melalui radio menuntut pembebasan Sjahrir dan menteri-menterinya“Ini Presidenmu! Kalau engkau cinta kepada proklamasi dan Presidenmu, engkau cinta kepada perjuangan bangsa Indonesia yang insya Allah, de jure akan diakui oleh seluruh dunia.Tidak ada jalan kecuali. Hai, pemuda-pemudaku, kembalikanlah Perdana Menteri Sutan Sjahrir yang engkau tawan di Negara Republik Indonesia yang kita cintai”.
Kelompok yang menculik tokoh-tokoh Kabinet Syahrir kemudian membebaskan, meskipun demikian, usaha kudeta tetap saja terjadi 30 Juni dini hari, Sjahrir pun diantarkan ke Yogyakarta dan diserahkan pada para ajudan Soekarno. Tanggal 3 Juli 1946, pelaku utama kudeta, Mayor Jenderal Sudarsono datang menghadap Presiden Soekarno. Ia beserta rekan-rekannya menyodorkan empat naskah berisi maklumat kepada presiden untuk ditandatangani.
Isi dari maklumat tersebut :
1. Presiden memberhentikan Kabinet Sjahrir
2. Presiden menyerahkan pimpinan politik, sosial, dan ekonomi kepada Dewan Pimpinan Politik
3. Presiden mengangkat 10 anggota Dewan Pimpinan Politik (yang nama-namanya tercantum dalam naskah)
4. Presiden mengangkat 13 menteri negara (yang nama-namanya tercantum dalam naskah).
Maklumat pada hakikatnya menuntut agar pimpinan pemerintahan diserahkan kepada para pengikut kelompok Persatuan Perjuangan yang dipimpin oleh Tan Malaka. Tetapi presiden Sukarno tidak menerima maklumat tersebut. Pada saat itu juga Mayor Jenderal Sudarsono beserta rekannya ditangkap.
B. Pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948, dipimpin oleh Amir Sarifudin
Pemberontakan ini diawali dengan jatuhnya kabinet RI yang pada waktu itu dipimpin oleh Amir Sjarifuddin karena kabinetnya tidak mendapat dukungan lagi sejak disepakatinya Perjanjian Renville. Lalu dibentuklah kabinet baru dengan Mohammad Hatta sebagai perdana menteri, namun Amir beserta kelompok-kelompok sayap kiri lainnya tidak seuju dengan pergantian kabinet tersebut.
Dalam sidang Politbiro PKI pada tanggal 13-14 Agustus 1948, Musso, seorang tokoh komunis Indonesia yang lama tinggal di Uni Soviet (sekarang Rusia) ini menjelasan tentang “pekerjaan dan kesalahan partai dalam dasar organisasi dan politik” dan menawarkan gagasan yang disebutnya “Jalan Baru untuk Republik Indonesia”. Musso menghendaki satu partai kelas buruh dengan memakai nama yang bersejarah, yakni PKI. Untuk itu harus dilakukan fusi tiga partai yang beraliran Marxsisme-Leninisme: PKI ilegal, Partai Buruh Indonesia (PBI), dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). PKI hasil fusi ini akan memimpin revolusi proletariat untuk mendirikan sebuah pemerintahan yang disebut "Komite Front Nasional".
Sementara perhatian semua pihak pro-pemerintah terkonsentrasi pada pemulihan Surakarta, pada 18 September 1948, PKI/FDR menuju ke arah timur dan menguasai Kota Madiun, Jawa Timur, dan pada hari itu juga diproklamasikan berdirinya "Republik Soviet Indonesia". Hari berikutnya, PKI/FDR mengumumkan pembentukan pemerintahan baru. Selain di Madiun, PKI juga mengumumkan hal yang sama pula di Pati, Jawa Tengah. Pemberontakan ini menewaskan Gubernur Jawa Timur RM Suryo Sumpeno, dokter pro-kemerdekaan Moewardi, serta bebera tokoh lainnya. Untuk memulihkan keamanan secara menyeluruh di Madiun, pemerintah bertindak cepat. Provinsi Jawa Timur dijadikan daerah istimewa, selanjutnya Kolonel Sungkono diangkat sebagai gubernur militer. Operasi penumpasan dimulai pada tanggal 20 September 1948 dipimpin oleh Kolonel A. H. Nasution. Salah satu operasi penumpasan ini adalah pengejaran Muso yang melarikan diri ke Sumoroto, sebelah barat Ponorogo. Dalam peristiwa itu, Muso berhasil ditembak mati.
C. APRA (Angkatan Perang Ratu Adil ) , 1950
APRA melakukan pemberontakan 23 Januari 1950. Pemberontakan yang berhasil digagalkan ini menewaskan setidaknya 61 tentara di pihak Indonesia dan 18 warga sipil. Pemberontakan yang berlangsung cepat dan kejam ini berhasil digagalkan dengan cepat dan sebulan kemudian seluruh tokoh yang terlibat, termasuk dalang pemberontakan ditangkap dan dipenjarakan. Westerling sendiri meloloskan diri dengan pesawat Catalina ke Singapura dengan bantuan banyak pihak Belanda yang berada di Indonesia. Tujuan pemberontakan APRA antara lain :
1. Mempertahankan Bentuk Negara RIS
2. Mempertahankan Bentuk Negara Federal Pasundan di Indonesia
3. Mempertahankan Adanya Tentara Sendiri Khususnya APRA Sebagai Tentara di Negara Bagian Pasundan
4. Golongan Kolonialis Belanda Ingin Mengamankan Kedudukannya di Indonesia
5. Mendirikan Negara Federal di Indonesia, ujuan utama pemberontakan APRA adalah mendirikan negara federal di Indonesia. Pihak-pihak tertentu beranggapan bahwa dengan tetap berdirinya Negara Bagian Pasundan dan bertahannya negara RIS mereka akan lebih mudah membentuk negara federal sendiri di Indonesia. Itu sebabnya pemberontakan bertujuan membunuh Sultan Hamengkubowono IX sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan saat terjadinya pemberontakan, beserta stafnya.
D. Pemberontakan Andi Aziz di Sulawesi Utara, 1950
Beberapa hal yang melatarbelakangi pemberontakan Andi Azis antara lain :
1. Menuntut bahwa keamanan di Negara Indonesia Timur hanya merupakan tanggung jawab pasukan bekas KNIL saja.
2. Menentang campur tangan pasukan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) terhadap konflik di Sulawesi Selatan
3. Mempertahankan berdirinya Negara Indonesia Timur.
Pemberontakan Andi Azis terjadi di Makassar yang diawali dengan adanya konflik di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Kekacauan yang berlangsung di Makassar ini terjadi karena adanya demonstrasi dari kelompok masyarakat yang anti federal, mereka mendesak NIT (Negara Indonesia Timur) supaya segera menggabungkan diri dengan RI. Sementara itu di sisi lain terjadi sebuah konflik dari kelompok yang mendukung terbentuknya Negara Federal. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya kegaduhan dan ketegangan di masyarakat.
Untuk menjaga keamanan maka pada tanggal 5 April 1950, pemerintah mengirimkan 1 batalion TNI dari Jawa pimpinan Mayor Hein Victor Worang. Kedatangan pasukan tersebut dipandang mengancam kedudukan kelompok masyarakat pro-federal. Selanjutnya kelompok pro-federal ini bergabung dan membentuk “Pasukan Bebas” di bawah pimpinan Kapten Andi Aziz.Ia menganggap masalah keamanan di Sulawesi Selatan menjadi tanggung jawabnya. Pemberontakan tersebut berhasil ditumpas TNI dibawah pimpinan Alex Kawilarang.
E. Gerombolan RMS di Maluku Selatan, 1950
Republik Maluku Selatan (RMS) adalah sebuah gerakan separatisme, berlawanan dengan arti dan peranan lambang garuda pancasila dalam terbentuknya yang diproklamasikan pada tanggal 25 April 1950 oleh sekelompok mantan prajurit KNIL dan masyarakat pro Belanda. Gerakan ini dipimpin oleh Dr. Chistin Robert Steven Soumokil, mantan jaksa agung Negara Indonesia Timur. Tujuan pemberontakan RMS adalah unutk memisahkan diri dari unsur-unsur negara kesatuan republik Indonesia dan kemudian membentuk Negara sendiri diluar wilayah RIS.
Ia juga mendalangi pemberontakan Andi Azis. Salah seorang pahlawan yang gugur dalam penumpasan RMS adalah Letkol Slamet Riyadi, ketika melakukan penumpasan di benteng Victoria. Dr Soumokil akhirnya berhasil ditangkap pada tanggal 2 Desember 1963 dan dijatuhi hukuman mati pda tanggal 24 April 1964.
F. Gerombolan DI/TII ( Darul Islam / Tentara Islam Indonesia )
Negara Islam Indonesia (disingkat NII; juga dikenal dengan nama Darul Islam atau DI) yang artinya adalah "Rumah Islam" adalah kelompok Islam di Indonesia yang bertujuan untuk pembentukan negara Islam di Indonesia. Ini dimulai pada 7 Agustus 1949 oleh sekelompok milisi Muslim, dikoordinasikan oleh seorang politisi Muslim, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampang, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat. Kelompok ini mengakui syariat islam sebagai sumber hukum yang valid. Gerakan ini telah menghasilkan pecahan maupun cabang yang terbentang dari Jemaah Islamiyah ke kelompok agama non-kekerasan.
Pemberontakan bersenjata yang selama 13 tahun itu telah menghalangi pertumbuhan ekonomi masyarakat. Ribuan ibu-ibu menjadi janda dan ribuan anak-anak menjadi yatim-piatu. Diperkirakan 13.000 rakyat Sunda, anggota organisasi keamanan desa (OKD) serta tentara gugur. Anggota DI/TII yang tewas tak diketahui dengan tepat.
Setelah Kartosoewirjo ditangkap TNI dan dieksekusi pada 1962, gerakan ini menjadi terpecah, namun tetap eksis secara diam-diam meskipun dinyatakan sebagai organisasi ilegal oleh pemerintah Indonesia.
Gerombolan DI/TII mengadakan aksi perampokan dan pembunuhan di beberapa daerah antara lain :
1. Jawa Barat, dibawah pimpinan SM Karto Suwirjo. Gerombolan ini baru dapat ditumpas pada tahun 1962 melalui operasi pagar betis
2. Kebumen, dipimpin oleh Kyai Somalangu (Mahfud Abdul Rahman)
3. Brebes, dipimpin oleh Amir Fatah
4. Banda Aceh, dipimpin oleh Daud Beaureh
Daud Beureueh pernah memegang jabatan sebagai "Gubernur Militer Daerah Istimewa Aceh" sewaktu agresi militer pertama Belanda pada pertengahan tahun 1947. Sebagai Gubernur Militer ia berkuasa penuh atas pertahanan daerah Aceh dan menguasai seluruh aparat pemerintahan baik sipil maupun militer. Sebagai seorang tokoh ulama dan bekas Gubernur Militer, Daud Beureuh bisa memperoleh pengikut. juga berhasil mempengaruhi pejabat-pejabat Pemerintah Aceh, khususnya di daerah Pidie. Untuk beberapa waktu lamanya Daud Beureuh dan anak-buahnya dapat mengusai sebagian daerah Aceh.
Sesudah bantuan datang dari Sumatra Utara dan Sumatra Tengah, operasi pemulihan keamanan ABRI (TNI-POLRI) segera dimulai. Setelah didesak dari kota-kota besar, Daud Beureuh meneruskan pemberontakannya di hutan-hutan. Penyelesaian terakhir Pemberontakan Daud Beureuh ini dilakukan dengan cara " Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh" pada bulan Desember 1962.
5. Kalimantan Selatan, dipimpin oleh Ibnu Hajar
Pada bulan Oktober 1950 DI/ TII juga tercatat melakukan pemberontakan di Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Ibnu Hadjar. Para pemberontak melakukan pengacauan dengan menyerang pos-pos kesatuan ABRI (TNI-POLRI). Pada akhir tahun 1959 Ibnu Hadjar beserta seluruh anggota gerombolannya tertangkap dan dihukum mati.
6. Sulawesi Selatan , dipimpin oleh Kahar Muzzakar
Kahar Muzakkar mengubah nama pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia dan menyatakan sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953. Tanggal 3 Februari 1965, Kahar Muzakkar tertembak mati oleh pasukan ABRI (TNI-POLRI) dalam sebuah baku tembak.
G. Pemberontakan dari kelompok angkatan bersenjata dengan membentuk Dewan-dewan seperti :
a. Dewan Banteng di Sumatera Barat dipimpin oleh Letkol Ahmad Hussein
b. Dewan Gajah di Sumatera Utara dipimpin oleh Kol. Simbolon
c. Dewan Garuda di Palembang dipimpin oleh Letkol Barlian
d. Dewan Manguni di Sulawesi Utara dipimpin oleh Letkol Vence Samual.
H. Pemberontakan yang dipersenjatai oleh Amerika Serikat, antara lain: PRRI (Pemerintahan Revolusioner Indonesia) dipimpin Letkol Ahmad Husein dan Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta) dipimpin oleh Letkol Vence Samual. PRRI berhasil ditumpas TNI melalui Operasi 17 Agustus dibawah pimpinan Kol. Ahmad Yani pada tahun 1958. Dan Permesta ditumpas TNI melalui operasi Merdeka dibawah pimpinan Letkol. Rukminto Hendraningrat pada tahun 1958.
Sejarah Indonesia Smt Genap 2021-2022
I. Peristiwa G.30.S. 30 September 1965
1. Latar Belakang
a. Pembentukan Angkatan Kelima
PKI yang merasa kekuatan militernya masih sangat lemah ketika menghadapi Angkatan Darat sangat berkepentingan untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan para petani yang dipersenjatai. Pembentukan Angkatan Kelima ini adalah gagasan Menlu Cina Chou En-Lai ketika mengunjungi Jakarta pada tahun 1965, dan menjanjikan akan memasok 100 ribu pucuk senjata untuk Angkatan Kelima. Gagasan itu menjadi alasan bagi pemimpin PKI dalam memperkuat pertahanan dan terus mendesak pembentukan Angkatan Kelima tersebut, yang ditolak oleh Angkatan Darat. Begitu juga dengan Laksamana Muda Martadinata yang menolak atas nama Angkatan Laut. Angkatan Kelima hanya akan diterima jika berada dibawah komando ABRI.
b. Nasakom
Ideologi Nasakom adalah salah satu faktor dalam latar belakang G 30 S PKI dan menjadi bagian dari sejarah G30S PKI lengkap. PKI atau Partai Komunis Indonesia adalah partai komunis terbesar di dunia selain Tiongkok dan Uni Soviet. Anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta orang pada tahun 1965, dan 3 juta orang lagi dari organisasi pergerakan pemudanya. Dengan adanya ajaran dari presiden Soekarno tentang Nasakom (Nasional, Agama, Komunis) yang sangat menguntungkan PKI karena menempatkannya sebagai bagian yang sah dalam konstelasi politik Indonesia. Hal ini hanya akan membukakan jalan bagi PKI untuk melancarkan rencana-rencananya.
c. Konfrontasi dengan Malaysia
Malaysia sebagai negara federasi yang baru terbentuk pada tanggal 16 September 1963 merupakan salah satu faktor penting dalam latar belakang G 30 S PKI. Konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia mendekatkan Soekarno dengan PKI sehingga dapat menjelaskan mengapa para tentara menggabungkan diri dalam gerakan 30 S/ Gestok, dan juga menjadi penyebab PKI menculik para tentara petinggi Angkatan Darat. Terjadinya demonstrasi anti Indonesia di Kuala Lumpur yang menyebabkan PM. Malaysia Tunku Abdul Rahman menginjak–injak lambang Garuda karena dipaksa para demonstran menyebabkan kemurkaan Soekarno.
Ia kemudian menyerukan pembalasan dendam dengan slogan “Ganyang Malaysia” dan memerintahkan Angkatan Darat untuk melakukannya. Letjen Ahmad Yani tidak ingin melawan Malaysia yang masih mendapat bantuan Inggris karena menganggap tentara tidak memadai untuk berperang dalam skala itu. Sedangkan Kepala Staf TNI AD A.H. Nasution menyetujuinya karena khawatir isu Malaysia akan dimanfaatkan PKI untuk memperkuat posisinya di bidang politik Indonesia.
Pada saat itu Angkatan Darat berada dalam posisi yang serba salah karena tidak yakin akan menang melawan Inggris, namun di sisi lain mereka akan menghadapi kemurkaan Soekarno jika tidak berperang. Keragu – raguan ini menghasilkan peperangan yang setengah hati di Kalimantan dan mengalami kegagalan, padahal ini adalah operasi gerilya dimana tentara Indonesia sangat mahir melakukannya. Kekecewaan Soekarno karena tidak didukung tentara membuatnya mencari dukungan kepada PKI yang memanfaatkan kesempatan itu untuk keuntungannya sendiri.
d. Pemberontakan PKI tahun 1948 di Madiun,
Pemberontakan PKI di Madiun dipimpin oleh Muso dan Amir Syarifudin (mantan Perdana Menteri RI). Pemberontakan tersebut dilakukan ketika bangsa Indonesia benar-benar sedang dalam kesulitan akibat adanya Agresi Militer Belanda II, dimana ibukota RI Yogyakarta telah diduduki oleh tentara Belanda , dan wilayah RI hanya tinggal Jawa Tengah , sebagian Jawa Barat dan sebagian Jawa Timur. PKI memanfaatkan kesempatan itu agar bisa berkuasa di Indonesia. Pemberontakan tersebut berhasil ditumpas TNI dari Divisi Siliwangi dibawah pimpinan Kol. Gatot Subroto. Peristiwa itu merupakan bagian dari rentetan peristiwa kelabu bagi bangsa Indonesia yang dilakukan oleh PKI.
Peristiwa serupa terulang kembali pada tanggal 30 September 1965 yang dikenal dengan Gerakan 30 September yang didalangi oleh PKI. PKI kembali memanfaatkan krisis ekonomi dan politik untuk mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi Komunis. Adanya embargo ekonomi dari PBB, Konfrontasi Indonesia – Malaysia, krisis ekonomi berkepanjangan, dan keadaan politik semakin tidak menentu. Pada tanggal 30 September 1965 pukul 22.00 WIB mengadakan pemberontakan.
2. Jalannya Pemberontakan G.30.September 1965
PKI membagi tugas menjadi 3 kekuatan fisik guna melaksanakan misinya, yaitu membunuh para Perwira Angkatan Darat, dengan tugas masing-masing. Kekuatan fisik dikelompokkan menjadi , yaitu 3:
a. Komando penculikan dan penyergapan dengan nama samaran Pasopati, membagi diri dalam kelompok:
1) Pasukan Penculikan Jenderal Nasution
2) Pasukan Penculikan Letjen A. Yani
3) Pasukan Penculikan Mayjen Suprapto
4) Pasukan Penculikan Mayjen S. Parman
5) Pasukan Penculikan Briyjen Sutoyo
6) Pasukan Penculikan Mayjen M.T. Haryono
7) Pasukan Penculikan D.I Panjaitan
b. Komando penguasaan Kota dengan nama samaran Bima Sakti mengadakan steling di pusat kota Jakarta, dan berhasil menguasai gedung RRI
c. Komando Basis dengan nama samaran Gatutkaca melakukan penganiayaan .
3. Upaya Penumpasan G.30.September 1965
Pemberontakan PKI pada tahun 1965 merupakan peristiwa kelabu bagi bangsa Indonesia. Saat bangsa Indonesia sedang dilanda berbagai macam krisis, PKI memafaatkan kesempatan mengadakan makar dan pembunuhan terhadap para Jendral Angkatan Darat, karena mereka dianggap selalu menghalangi PKI untuk bisa menguasai Indonesia. Di bawah pimpinan DN Aidit dan Letkol Untung PKI berhasil melakukan makarnya dan menguasai Gedung RRI dan Telkom yang dikenal dengan Gerakan 30 September 1965. Jend. AH Nasution selaku menteri Pertahanan dan Keamanan juga menjadi sasaran pembunuhan, tetapi berhasil menyelamatkan diri. Namun puterinya yang bernama Ade Irma Suryani ikut menjadi korban pembunuhan. Mayjen Suharto selaku Pangkostrad segera mengambil pimpinan sementara untuk mengamankan keadaan setelah tidak berhasil menghubungi Jen. AH Nasution. Berdasarkan laporan dari berbagai pihak, terutama Pangdam Jaya Mayjen Umar Wirahadi Kusumah, beliau segera mengambil tindakan.
Tindakan pertama yang dilakukan adalah mengadakan koordinasi dengan pasukan TNI yang ada di Jakarta melalui panglimanya masing-masing. Kemudian memerintahkan kepada Kol. Sarwo Edi Wibowo Panglima RPKAD untuk segera mengamankan keadaan dengan nama Komando Pasukan Sandi Yuda (Kopasanda) bersama Batalyon 328 Para Kujang Siliwangi. Pasukan Para Kujang berhasil menguasai Lapangan Banteng dan Markas Kodam V Jaya, dan sekitarnya. Pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 7 malam TNI berhasil merebut RRI dan Telkom yang telah dikuasai PKI. Kemudian Mayjen Suharto menyampaikan pengumuman yang berbunyi :
1. Telah terjadi pemberontakan (kudeta) yang dilakukan oleh PKI dengan G.30.S-nya
2. Presiden dan Menko Hankam dalam keadaan aman dan sehat, dan
3. Rakyat diminta tetap tenang dan waspada .
Tindakan selanjutnya pada tanggal 2 Oktober 1965 pasukan RPKAD berhasil mengamankan Lanud Halim Perdana Kusumah yang telah diduduki PKI sebelumnya tanpa banyak perlawanan. Dilanjutkan dengan pencarian para korban yang diculik, dianiaya, dan dibunuh. Salah seorang polisi yang berhasil meloloskan diri dari penculikan menunjukkan bahwa lokasi pembunuhan terjadi di sekitar Lubang Buaya. Berkat kesigapan dan ketelitian dalam pencariannya maka pada tanggal 3 Oktober 1965 ditemukan sumur tua yang menjadi tempat penguburan korban penculikan.
Sebagai penghormatan terakhir maka para korban keganasan PKI mendapat anugerah sebagai Pahlawan Revolusi. Operasi penumpasan G.30.S juga dilakukan di Jawa Tengah dipimpin oleh Brigjen Suryo Sumpeno. Situasi negara kembali aman setelah para pemimpin dan tokoh utama PKI ditangkap. DN Aidit berhasil ditangkap di desa Sambeng, Solo dan Letkol Untung berhasil ditangkap di daerah Tegal. Kedua tokoh tersebut diajukan ke Pengadilan dan dijatuhi hukuman mati.
Penumpasan PKI juga dilakkan di Jawa Tengah dan Yogyakarta yang dipimpin oleh Brigjen Suryosumpeno. Pada tanggal 2 Oktober membebaskan kota Semarang dengan kekuatan 2 peleton BTR, kota demi kota yang telah dikuasai PKI berhasil direbut kembali dengan menggelar Operasi Merapi. Korban yang gugur dalam peristiwa tersebut dinaikkan pangkatnya dan diberi gelar sebagai Pahlawan Revolusi.
4. Pengaruh Gerakan 30 September 1965
Di bidang Politik , antara lain :
a. Penyerahan kekuasaan dari presiden Sukarno kepada presiden Suharto
b. Pengaruh hubungan diplomatik dengan Russia dan RRC
c. Terjadi perubahan kabinet, yaitu kabinet Dwikora menjadi Kabinet Ampera
d. Dikeluarkannya ketetapan-ketetapan MPRS sebagai dasar hukum perubahan kepemimpinan dari Orde Lama menjadi Orde Baru serta larangan terhadap PKI beserta ormas-ormasnya.
Di bidang Ekonomi, antara lain :
a. Pemerintah menetapkan pemotongan nilai mata uang guna memperbaiki perekonomian Indonesia yang sangat terpuruk
b. Pembentukan Dewan Stabilisasi Ekonomi.
Di bidang sosial, antara lain :
a. Timbulnya aksi mahasiswa
b. Adanya Tritura (Tiga Tunturan Rakyat) agar pemerintah mengadakan pembaharuan di berbagai bidang terutama Pembubaran PKI, Pembersihan kabinet dari unsur-unsur PKI, dan penurunan harga.
Dari ulasan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa segala bentuk kegiatan, tindakan yang menimbulkan kekacauan dan gangguan keamanan serta keresahan dalam masyarakat merupakan tindakan yang tidak terpuji. Mereka tidak menyadari bahwa apa yang dilakukan sangat merugikan negara, semestinya mereka mampu memanfaatkan tenaga dan pikiran untuk membangun bangsa, tetapi yang terjadi sebalikna. Tenaga yang mereka miliki hanya digunakan untuk merusak negara, masyarakat atau warga negara yang dapat membangun negara justru mereka bunuh. Hanya manusia-manusia bodoh yang selalu berbuat kekacauan dan onar di negeri ini sebagai hadiah terindah dari para pahlawan. Kapan negeri ini akan menjadi negeri yang makmur dan maju apabila penduduknya sendiri hanya membuat kekacauan, duduk manis berpangku tangan, tidak mau belajar dan bekerja keras.