Berdasarkan data-data yang ada di prasasti menunjukkan bahwa kerajaan Mataram Kuno yang sering dikenal dengan kerajaan Medang berlangsung sejak abad ke-8 sampai abad 11
A. Sumber Sejarah
Ada beberapa prasasti yang ditemukan dan dijadikan pedoman untuk mengetahui sejarah kerajaan Mataram Kuno.
- Prasasti Sojomerto (sekitar abad ke-7) merupakan peninggalan Wangsa Syailendra yang ditemukan di desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini menggunakan huruf Kawi dan berbahasa Melayu Kuno (wikipedia.org/Prasasti. Sojomerto)
- Prasasti Bukateja, merupakan salah satu batu bertulis yang ditemukan di kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Prasasti ini tidak berangka tahun, tetapi usianya diduga dari bentuk tulisan yang semasa dengan berkuasanya Wangsa Syailendra di Jawa Tengah (abad ke-6 sampai dengan abad ke-7).
- Prasasti Canggal ( 732 M ), ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Canggal, lereng gunung Merbabu. Prasasti Canggal menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta, isinya tentang pendirian Lingga (lambang Syiwa) di desa Kunjarakunya oleh Raja Sanjaya dan disamping itu juga diceritakan bahwa yang menjadi raja mula-mula Sanna, kemudian digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha (saudara perempuan Sanna). (wacana nusantara.org/mataram-kuno-hindu-Budha).
- Prasasati Kalasan ( 778 M ), ditemukan di desa kalasan Yogyakarta, ditulis dengan huruf Pranagar (India Utara) dan bahasa Sansekerta. Isinya menceritakan pendirian bangunan suci untuk Dewi Tara dan biara untuk pendeta oleh raja Panangkaran atas permintaan keluarta Syailendra dan Panangkaran juga menghadiahkan desa Kalasan untuk para Sanggha (umat Buddha. Kemudian dibangunlah candi Kalasan di desa tersebut.
- Prasasti Klurak ( 782 M ), ditemukan di desa Prambanan, ditulis dengan huruf Pranagari dan bahasa Sansekerta, isinya menceritakan pembuatan arca Manjusri oleh Raja Indra yang bergelar Sri Sanggramadananjaya. Menurut para ahli bahwa yang dimaksud dengan arca Manjusri adalah Candi Sewu yang terletak di kompleks candi Prambanan.
- Prasasti Mantyasih (prasasti Balitung) ( 907 M ), prasasti tersebut dikenal sebagai prasasti Balitung, karena dikeluarkan oleh raja Dyah Balitung, ditemukan di Mantyasih, Kedu, Jawa Tengah. Prasasti tersebut ditulis menggunakan bahasa Jawa Kuno. Dijelaskan bahwa raja-raja Mataram Kuno (Medang) adalah Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi, Rakai Watuhumalang, dan Rakai Watukura Dyah Balitung (wikipedia.org/Berkas: Loccator_Mataram_Kuno).
- Prasasti Alasantan (939 M), dalam prasasti tersebut menyebutkan bahwa pada tanggal 6 September 939 M, Sri Maharaja Raki Halu Dyah Sindok Sri Isanawikrama memerintahkan agar tanah di Alasamtam dokadolam sima milik Rakryan Kabayan.
- Prasasti Kambann (941 M), prasasti tersebut menyebutkan bahwa pada tanggal 19 Maret 941 M, Sri Maharaja Rake Hino Sri Isanawikrama Dyah Matanggadewa meresmikan desa Kamban menjadi daerah perdikan. Dengan ditemukannya candi Borobudur dan candi Prambanan menunjukkan pada masa kejayaannya muncul dua kekuasaan di Mataram Kuno, yaitu Penguasa yang menganut agama Hindu ygn dikenal dengan wangsa Sanjaya, dan penguasa yang menganut agama Budha yang dikenal dengan Wangsa Syailendra.
Menurut para ahli Sejarah, keluarga Sanjaya terdesak oleh keluarga Syailendra, tetapi mengenai pergeseran kekuasaan tersebut tidak diketahui secara pasti, yang jelas kedua-duanya sama-sama berkuasa du Jawa Tengah. Raja-raja dari wangsa Syailendra seperti yang tertera dalam prasasti Ligor, Nalanda maupun Klurak adalah Bhanu, Wisnu, Indra, dan Samaratungga atau Samaragawira.
Pada masa pemerintahan Rakai Pikatan (wangsa Sanjaya) ug dikawinkan dengan Pramodhawardhani (wangsa Syailendra), kedua kekuasaan tersebut dapat disatukan kembali. Meskipun demikian adik Pramodawardhani tidak setuju apabila wangsa Syailendra disatukan, sehingga terjadi perang saudara, tetapi Balaputeradewa mengalami kekalahan kemudian menyingkir ke Sumatera.
Pada masa pemerintahan Wawas sekitar abad ke-10, Mataram di Jawa Tengah mengalami kemunduran, dan pusat pemerintahan dipindahkan ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok. Diperkirakan di Jawa Tengah terjadi bencana dengan meletusnya gunung Merapi. Empu Sindok sendiri mendirikan dinasti baru yang dikenal dengan Wangsa Isyana sebagai kelanjutan dari kerajaan Mataram Kuno yang terletak di Jawa Tengah.
B. Raja-raja Mataram Kuno ( Medang)
Menurut Slamet Mulyana raja-raja Mataram Kuno antara lain :
1. Sanjaya, pendiri kerajaan Medang
2. Rakai Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa Syailendra
3. Rakai Panunggalan, alias Dharanindra
4. Rakai Warak, alias Samaragrawira
5. Rakai Garung, alias Samaratungga
6. Rakai Pikatan, suami Dyah Pitaloka ( Awal kebangkitan wangsa Sanjaya )
7. Rakai Kayuwangi, alias Dyah Lokapala
8. Rakai Watuhumalang,
9. Rakai Watukura Dyah Balitung,
10. R.akai Daksa
11. Rakai Layang Tulodong
12. Rakai Dyah Wawa
13. Mpu Sindok, awal periode Mataram Jawa Timur
14. Sri Lokapala, suami Sri Isyanatunggawijaya
15. Makuthawangsawardhana
16. Dharmawangsa Teguh, kerajaan Medang (Mataram Kuno) berakhir.
C. Kehidupan Beragama
Kehidupan beragama di kerajaan Mataram Kuno cukup baik, antara penganut agama Hindu dan Budha dapat hidup berdampingan. Hal tersebut menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang saling menghargai dan menghormati agama lain. Pendirian bangunan suci untuk Dewi Tara dan biara untuk pendeta oleh Raja Panangkaran di desa Kalasan untuk para Sanggja (umat Budha), yaitu berupa candi Kalasan.
D. Candi-candi Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno
Tersebarnya peninggalan kerajaan Mataram Kuno menunjukkan bahwa kerajaan tersebut memiliki wilayah yang sangat luas. Bangunan candi dikelompokkan menjadi dua, yaitu candi yang bercorak Hindu dan candi yang bercorak Budha.
Lingga
Ciri-ciri candi yang bercorak Hindu antara lain :
- Terdapat lingga dan yoni sebagai lambang kesuburan Lingga dan Yoni (http://www. google.co.id/imgres?imgurl)
- Adanya arca dewa Sywa atau dewa lainnya dalam agama Hindu
- Terdiri dari satu beberapa bangunan (kompleks)
- Memiliki candi perwara (candi yang mengiringi candi induk dalam agama Hindu)
Bangunan peninggalan Mataram Hindu yang terdapat di Jawa Tengah antara lain :
Stupa dan Arca Buddha
Ciri-ciri bnagunan candi bercorak Buddha antara lain : berbentuk stupa, adanya arca Buddha atau Sidharta Gautama. Bangunan candi peninggalan Mataram Kuno yang bercorak Buddha terdapat di Jawa Tengah antara lain :
1. Candi Borobudur
Adalah candi terbesar peninggalan dari Wangsa Syailendra. Terletak di desa Borobudur, kecamatan Borobudur, kabupaten Magelang. Menurut Prof. JG. De Casparis, berdasarkan prasasti Karang Tengah candi Borobudur diperkirakan dibangun pada tahun Caka 746 (824 M) atau pada masa Wangsa Syailendra yang mengagungkan dewa Indra. Bangunan tersebut menunjukkan kepada dunia internasional bahwa bangsa Indonesia pernah menjadi bangsa besar pada abad ke-9, karena banyak memiliki keunikan, kelebihan, dan keajaiban dibanding dengan bangunan candi lainnya.
Keunikannya adalah di bagian bawah candi berbentuk bujursangkar, perpaduan antara kebudayaan Hindu dengan kebudayaan megaliticum (punden berundak), yang tediri dari 10 tingkat. Namun di bagian atas berbentuk lingkaran. Stupa induk dikelilingi dengan stupa-stupa kecil sebanyak 72 buah dalam tiga tingkatan. https://youtu.be/WJZ14k5vfA8
Kelebihannya antara lain : memiliki arca dan stupa sangat banyak, relief-reliefnnya apabila disatukan dari bawah sampai paling atas sangat panjang yang menceritakan kehidupan manusia sejak sebelum lahirnya Sidharta Gautama, dan perjalanan hidupnya sejak lahir hingga wafat.
Keajaibannya adalah keberadaan candi Borobudur masih menyimpan misteri yang belum terpecahkan, misalnya mengapa bangsa Indonesia yang belum mengenal teknologi dan ilmu pengetahuan modern mampu membuat bangunan dengan nilai arsitek dan seni yang sangat tinggi. Tentunya tidak sedikit ahli seni yang dikerahkan untuk memahat batu-batu keras jenis andesit untuk membentuk relief panjang sebanyak 1.400 relief dan 504 stupa Budha di kompleksnya, meski peralatan sangat sederhana. Mustahil bangunan semegah candi Borobudur tanpa perencanaan yang matang.
Candi borobudur adalah candi Budha terbesar di dunia dengan tingg 42 meter dan luas bangunan 123 X 123 meter. Didirikan di atas sebuah bukit yang terletak kira-kira 40 km sebelah barat daya Yogyakarta, 7 km di selatan Magelang, Jawa Tengah.
Relief-relief pada candi Borobudur dikelompokkan menjadi tiga tingkatan, yaitu : Kamadatu (paling bawah), Rupadatu ( tengah ), dan Arupadatu (bagian paling atas). Tingkatan tersebut menggambarkan tingkatan kehidupan manusia berdasarkan keyakinannya terhadap Hyang Widi.
Bagian kamadatu menggambarkan kehidupan manusia yang memiliki derajat paling rendah, tidak peduli terhadap penderitaan orang lain. Tidak mengenal peradaban, pornografi, pembunuhan, penganiayaan, pemerasan selalu terjadi dalam masyarakat yang memiliki tingkat keimanan yang paling rendah. Setelah direnovasi relief pada bagian tersebut ditutup dengan batu untuk menghindari penyalahgunaan makna.
Bagian Rupadatu menggambarkan kehidupan manusia yang telah memiliki tatanan, sopan santun maupun peradaban, selaras antara kepentingan dunia dengan kedekatan manusia dengan sang Pencipta.
Apabila kita pelajari secara mendalam relief-relief yang terdapat pada dinding candi merupakan suatu kitab suci yang ditulis pada lempeng batu. Andaikan kemampuan nenek moyang itu diwarisi oleh bangsa Indonesia sekarang maka tidak mustahil bahwa bangsa Indonesia sekarang bisa sejajar dengan negara-negara maju di dunia. Bagian Arupadatu menunjukkan manusia mencapai kesempurnaan (budha).
2. Candi Sewu, terletak di dukuh Bener, desa Bugisan, kecamatan Prambanan, kabupaten Klaten, sekitar 18 kilometer di sebelah timur kota Yogyakarta. Dinamakan candi Sewu, karena jumlah bangunan candinya sangat banyak. Keberadaan candi Sewu berdekatam dengan candi Prambanan yang bercorak Hindu. Hal ini menunjukkan bahwa para pemeluk agama dapat hidup rukun dan damai. Sangat memungkikan bahwa Penganut Hindu ikut membantu membantunan bangunan yang bercorak Budha, atau sebaliknya, mengingat batu yang digunakan sangat banyak jumlahnya dengan peralatan sederhana. Sedangkan jumlah penduduk masih terbatas.
3. Candi Mendut, Adalah sebuah candi berlatar belakang agama Budha. Candi ini terletak di desa Mendut, kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, beberapa kilometer dari candi Borobudur. Di dalam induk candi terdapat arca Budha besar berjumlah tiga : yaitu Dyani Budha Wairocana dengan sikap tangan (mudra) dharmacakramudra. Di depan arca Budha terdapat relief berbentuk roda yang diapit sepasang rusa, lambang Budha. Di sebelah kiri terdapat arca Awalokiteswara (Padmapani). Dan sebelah kanan arca Vrajapani. Sekarang di depan arca Budha ditetakkan hio-hio dan keranjang untuk menyumbang. (wikipedia/candi_Mendut).
4. Candi Plaosan adalah sebutan untuk kompleks percandian yang teletak di Dukuh Plaosan, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Candi ini terletak kira-kira satu kilometer ke arah timur laut dari Candi Sewu atau candi Prambanan. Adanya kemuncak stupa, arca Budha, serta candi-candi perwara (pendamping/kecil) yang berbentuk stupa menandakan bahwa candi-candi tersebut adalah candi Budha. Kompleks ini dibangun pada abad ke-9 oleh Raja Rakai Pikatan dan Sri Kahulunan pada zaman Kerajaan Medang, atau juga dikenal dengan nama Kerajaan Mataram Kuno. Ada dua buah candi di Plaosan, yaitu candi Plaosan Lor dan candi Plaosan Kidul.
5. Candi Kalasan, terletak di desa Kalasan, perbatasan Yogyakarta, Klaten. Berangka tahun 778 M. Penguasa yang memerintahkan pembangunan candi ini bernama Maharaja Tejahpurnapana Panangkaran (Rakai Panangkaran) dari Keluarga Syailendra (wikipedia).
Candi bercorak Budha lainnya adalah: candi Pawon, candi Sojiwan (masih berupa reruntuhan, akibat terkena gempa bumi. Candi Ngawen, candi Lumbung, dan candi Banyunibo.
E. Nilai-nilai sejarah yang dapat dipetik dari Kerajaan Mataram Kuno :
1. Adanya kerukunan hidup antara penganut agama Hindu dan penganut agama Budha. Contoh, Rakai Panangkaran seorang raja yang menganut agama Hindu menghadiahkan tanah kepada umat Budha, untuk membangun candi Kalasan. Kompleks candi Prambanan didirikan di sekitar kompleks candi yang bercorak agama Budha. Dengan demikian semangat kebhinnekaan telah terjalin sejak zaman Mataram Kuno.
2. Nenek moyang bangsa Indonesia lebih mengutamakan kesetiaan terhadap agama, kualitas, dan tidak mementingkan kemegahan istananya. Hal ini terbukti bahwa sampai sekarang belum ada ahli sejarah yang mengetahui secara tepat letak istana Kerajaan Mataram Kuno, namun bangunan tempat suci mampu bertahan ribuah tahun lamanya. Bangunan candi menggunakan batu-batu yang berkualitas tinggi, yaitu batu andesit.
F. Refleksi
Andaikan bangsa Indonesia sekarang masih memiliki jiwa seperti nenek moyang, memiliki semangat membangun, mengutamakan kepentingan negara, kreatif, maka sangat mungkin bangsa Indonesia dapat sejajar dengan negara-negara maju di dunia.
|