A. Sumber Sejarah
Sejarah kerajaan Kediri dapat diriwayatkan melalui beberapa sumber, antara lain : prasasti, kitab-kitab kuno yang digubah pada masa kejayaannya dan berita asing. Kerajaan Kediri banyak meninggalkan prasasti yang dapat digunakann sebagai sumber sejarah, antara lain :
1. Prasasti Pamwatan (1042 M)
2. Prasasti Malenga (1052 M)
3. Prasasti Sirah Keting (1104 M)
4. Prasasti Padelegan I (1117 M)
6. Prasasti Tangkilan (1130 M)
7. Prasasti Ngantang (1135 M)
8. Prasasti Talan (1136 M)
9. Prasasti Turun Hyang II (1044 M)
10. Prasasti Banjaran (1052 M)
11. Prasasti Hantang (1052 M)
12. Prasasti Kahyunan (1161 M)
13. Prasasti Angin (11171 M)
14. Prasasti Jaring (1181 M)
15. Prasasti Ceker (1182 M)
16. Prasasti Galunggung (1194 M)
17. Prasasti Kamulan (1194 M)
18. Prasasti Palah (1197 M)
19. Prasasti Wates Kulon (1205 M)
20. Prasasti Mula Malurung (1255 M)
Kitab-kitab kuno yang digubah sumber sejarah kerajaan Kediri antara lain :
1. Karya sastra Pujangga Kediri, antara lain :
a. Kitab Bharatayudha, ditulis oleh Mpu Sedah dilanjutkan oleh Mpu Panuluh
b. Kitab Hariwangsa dan Catotkacasraya, ditulis oleh Mpu Panuluh
c. Kitab Smaradhahana, ditulis oleh Mpu Darmaja
d. Kitab Lubdaka dan Wertasancaya, ditulis oleh Mpu Tan Akung
e. Kitab Kresnayana, ditulis oleh Mpu Triguna
f. Kitab Sumansantaka, ditulis oleh Mpu Monaguna (kerajaanhindubudha. blogspot.com.
2. Kitab Negarakertagama, ditulis oleh Mpu Prapanca pada masa kejayaan Majapahit.
3. Kitab Pararaton, bersifat anonim, belum diketahui siapa Penulisnya.
Berita Asing yang menceritakan tentang kerajaan Kediri antara lain :
1. Berita Cina yang berjudul Ling wai tai ta yang ditulis oleh Cho-ku-fei tahun 1178 M . Berita tersebut menyatakan bahwa masyarakat Kediri memakai kain sampai bawah lutut dan rambutnya diurai. Rumahnya rata-rata sangat bersih dan rapi. Lantainya dibuat dari ubin yang berwarna kuning dan hijau.
2. Kronik Cina bernama Chu fan Chi karangan Chu ju kua (1220 M). Buku ini banyak mengambil cerita dari buku Ling wai tai ta (1178 M) karangan Cho-ku-fei. Panjalu juga dikenal sebagai Pu-chia-lung. Pada masa itu negeri paling kaya selain Cina secara berurutan adalah Arab, Jawa, dan Sumatera. Saat itu yang berkuasa di Arab adalah Bani Abbasiyah, di Jawa ada Kerajaan Panjalu, sedangkan di Sumatera dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya.
B. Berdirinya Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri merupakan kelanjutan dari wangsa Isyana di Jawa Timur. Berdirinya kerajaan Kediri diawali dengan pembagian kerajaan Kahuripan menjadi dua oleh Airlangga, raja Kahuripan.
Pada tahun 1041 M, raja Airlangga memerintahkan membagi kerajaan menjadi dua bagian untuk kedua puteranya yang bernama Samarawijaya dan Mapanji Garasakan. Pembagian kerajaan tersebut dilakukan oleh seorang Brahmana yang terkenal kesaktiannya, yaitu Mpu Bharada. Samarawijaya mendapatkan Panjalu yang berkembang menjadi kerajaan Kediri dan Mapanji Garasakan mendapatkan Jenggala yang tumbuh dan berkembang menjadi kerajaan Singasari.
Kedua kerajaan tersebut dibatasi oleh gunung Kawi dan sungai Brantas. Tujuan pembagian kerajaan tersebut adalah agar tidak terjadi perebutan tahta kerajaan di antara kedua anaknya. Panjalu meliputi Kediri, Madiun dengan ibukota di Daha. Sedangkan kerajaan Jenggala meliputi daerah Malang dan delta sungai Brantas dengan pelabuhannya Surabaya, Rembang, dan Pasuruan dengan ibukota di Kahuripan. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan kedua kerajaan tersebut masing-masing merasa berhak atas seluruh tahta kerajaan Airlangga sehingga terjadilah peperangan yang berlangung sekitar 60 tahun.
Pada awalnya perang tersebut dimenangkan oleh Jenggala, tetapi pada perkembangan selanjutnya Panjalu (Kediri) yang menang dan menguasai tahta kerajaan Airlangga. Dengan demikian di Jawa Timur berdirilah kerajaan Kediri.
C. Raja-raja Kerajaan Kediri
1. Sri Samarawijaya, merupakan putera Airlangga yang namanya ditemukan dalam prasasti Pamwatan (1042 M).
2. Sri Jayawarsa, tertulis pada prasasti Sirah Ketomg (1104 M). Tidak diketahui dengan pasti apakah ia adalah pengganti langsung Sri Samarasijaya atau bukan.
3. Sri Bameswara (1116-1135 M), tertulis pada : prasasti Padelegan I (1117 M), prasasti Panumbangan (1120 M), prasasti Talan (1136 M), dan Kakawin Baratayudha (1157 M).
4. Sri Jayabaya (1130-1160 M), merupakan raja terbesar Panjalu (Kediri), tertulis pada: prasasti Ngantang (1135 M), prasasti Talan (1136 M), dan Kakawin Bharatayudha (1157 M).
Jayabaya menggunakan lencana kerajaan Narasingha yaitu setengah manusia dan setengah singa. Kemenangan Panjalu atas Jenggala dalam pertempurannya pada tahun 1142 M. diperingatinya dengan memerintahkan Mpu Sedah menggubah kakawin Bharatayudha. Karena Mpu Sedah tidak sanggup menyelesaikan kakawin tersebut, dilanjutkan oleh Mpu Panuluh pada tahun 1157 M. Pada masa pemerintahannya Kediri mencapai puncak kebesarannya dan juga banyak menghasilkan karya sastra terutama ramalannya yang dikenal dengan Jangka Jayabaya, tentang Indonesia, antara lain akan datangnya Ratu Adil.
5. Sri Sarweswara, tertulis pada: prasasti Padelegan II (1159 M), dan prasasti Kahyunan (1161 M).
6. Sri Aryeswara, tertulis pada prasasti Angin (1171 M).
7. Sri Gandra, tertulis pada prasasti Jaring (1181 M).
8. Sri Kameswara (1180-1190 M), tertulis pada prasasti Ceker (1182 M) dan Kakawin Smaradahana. Ia menggunakan lencana Candrakapale, yaitu tengkorak bertaring.
Selama beberapa waktu. Tidak ada berita yang jelas mengenai raja Kediri hingga munculnya Kameswara.
9. Kertajaya (1200-1222 M)
Pada masa pemerintahan Kertajaya tahun1222 M Kediri mengalami keruntuhan akibat kekalahannya dalam pertempuran di Ganter melawan Ken Arok.
10. Jayakatwang (1292-1293 M)
Jayakatwang membangun kembali kerajaan Kediri, tetapi tidak sampai satu tahun, karena mendapat serangan dari tentara Mongol yang semula hendak menyerang kerajaan Singasari dibantu oleh Raden Wijaya (lihat sejarah kerajaan Majapahit). (kerajaan_hindubudha.blogspot.com/keraj-kediri).
D. Masa Kejayaan Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri mengalami kejayaan pada masa pemerintahan raja Jayabaya. Wilayah kerajaan ini meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di Nusantara, bahkan sampai mengalahkan pengaruh kerajaan Sriwijaya di Sumatera. Dalam prasasti Ngantang (1135 M) ia bersmboyan Panjalu Jayati, atau Panjalu Menang. Pada masa kejayaannya Kerajaan Kediri banyak meninggalkan karya sastra yang digubah oleh para Pujangga Kediri. Pemerintahannya sangat memerhatikan keadaan rakyatnya, sehingga pertanian, peternakan, dan perdagangan mengalami kemajuan sukup pesat.
Golongan-golongan dalam masyarakat Keidri dibedakan menjadi tiga berdasarkan kedudukan dalam pemerintahan kerajaan, yaitu :
1. Golongan masyarakat pusat (kerajaan), yaitu masyarakat yang terdapat dalam lingkungan raja dan beberapa kaum kerabatnya sertakelompok pelayannya.
2. Golongan masyarakat thani(daerah), yaitu golongan masyarakat yang terdiri atas para pejabat atau petugas pemerintahan di wilayah thani (daerah).
3. Golongan masyarakat non pemerintah, yaitu golongan masyarakat yang tidak mempunyai kedudukan dan hubungan dengan pemerintahan secara resmi atau masyarakat wiraswasta.
Kediri memiliki 300 lebih pejabat yang bertugas mengurus dan mencatat semua penghasilan kerajaan. Disamping itu ada 1.000 pegawai rendahan yang bertugas mengurus benteng dan parit kota, perbendaharaan kerajaan, dan gedung persediaan makanan. Pada masa Sri Kameswara banyak karya sastra terkenal yang dikarang oleh para pujangga Kediri, karya sastra yang digubah pada masa kejayaan kerajaan Panjalu (Kediri) antara lain : kitab Smaradhahana oleh Mpu Darmaja, yang berisi pemujaan terhadap raja, serta kitab Lubdaka dan Wretasancaya yang ditulis oleh Mpu Tan Akung. Kitab Lubdaka bercerita tentang seorang pemburu yang akhirnya masuk surga dan Wretasancaya berisi petunjuk mempelajari tembang Jawa Kuno.
E. Runtuhnya Kerajaan Kediri
Berdasarkan prasasti Mula Malurung dijelaskan bahwa kerajaan Panjalu runtuh tahun 1222 M dan menjadi bawahan Singasari. Dikisahkan dalam Pararaton dan Negarakertagama. Kerajaan Panjalu-Kediri runtuh pada masa pemerintahan Kertajaya. Ia kurang bijaksana dalam memerintah, sehingga tidak disukai oleh rakyat, terutama kaum Brahmana. Hal inilah yang akhirnya menjadi penyebab runtuhnya kerajaan Kediri , karena kaum brahmana meminta perlindungan kepada Ken Arok dari Akuwu Tumapel. Kebetulan Ken Arok juga bercita-cita memerdekakan Tumapel yang merupakan daerah bawahan Kediri.
Perang antara Kediri dan Tumapel terjadi dekat desa Ganter. Pasukan Ken Arok berhasil menghancurkan pasukan Kertajaya. Dengan demikian berakhirlah kerajaan Kediri, dan sejak saat itu Kediri menjadi bawahan Tumapel atau Singasari.
Setelah Ken Arok dinobatkan sebagai raja Singasari, ia mengangkat Jayasabha putra Kertajaya sebagai bupati Kediri. Tahun 1258 M Jayasabha digantikan puteranya yang bernama Sastrajaya. Pada tahun 1271 M Sastrajaya digantikan puteranya, yaitu Jayakatwang. Jayakatwang memberontak terhadap Singasari, karena dendam masa lalu dimana leluhurnya Kertajaya dikalahkan Ken Arok. Setelah berhasil membunuh Kertanegara, Jayakatwang membangun kembali kerajaan Kediri, namun hanya bertahan satu tahun karena mendapat serangan gabungan yang dilancarkan pasukan Mongol dan pasukan Raden Wijaya. Dengan berdirinya kerajaan Majapahit maka kerajaan Kediri benar-benar runtuh.
F. Peninggalan Kerajaan Kediri
1. Candi Surowono
Terletak di desa Canggu, Kecamatan Pare, sekitar 25 km arah timur laut dari kota Kediri, Jawa Timur. Candi Surowono merupakan tempat hallowen Raja Wengker yang merupakan salah satu bawahan raja pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dari kerajaan Majapahit. Jadilah dalam bentuk bujur sangkar dengan ukuran 8 X 8 meter dan dibangun tahun 1400 M.
2. Candi Penataran, Blitar, Jawa Timur .
Adalah sebuah candi berlatar belakang Hindu (Sywaistis) yang terletak di Jawa Timur, tepatnya di lereng Barat Daya gunung Kelud, di sebelah utara Blitar. Kompleks candi ini merupakan candi yang terbesar di Jawa Timur. Candi ini mulai dibangun dari kerajaan Kediri dan dipergunakan sampai dengan kerajaan Majapahit. Nama asli candi Penataran dipercaya adalah Candi Palah, dibangun pada tahun 1194 M oleh Raja Crnga (Syrengga) yang bergelar Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikramanindita Crenggalancana Digwijayottunggadewa yang memerintah kerajaan Kediri antara tahun 1190-1200 M. (wikipedia/Candi_Panataran).
3. Candi Tondowongso, situs ini merupakan kompleks candi besar yang dibangun abad XI, zaman kerajaan Kediri awal. Kompleks candi tersebut masih berupa reruntuhan. Dari penelitian diperkirakan, seni arsitektur bangunan candi dari masa transisi perpindahan kerajaan Jawa Tengah ke Jawa Timur. Dari penerilitian terakhir, tim eskpedisi BP3 Tromulan menemukan empat bangunan candi di kawasan penggalian seluas 1 ha itu. (anggunesia.penemuan-candi-di-tondowongso-kediri).
G. Nilai-nilai Sejarah dari Kerajaan Kediri antara lain :
1. Kerajaan Kediri memiliki banyak pujangga yang menggubah karya sastra, berupa kakawin. Ramalan Jayabaya yang dikenal dengan Jangka Jayabara, sangat terkenal hingga sekarang. Apabila dipelajari kitab-kitab kerajaan Kediri memiliki nilai-nilai pendidikan yang tinggi
2. Kerajaan Kediri banyak meninggalkan prasasti, candi sebagai tempat suci sangat terbatas. Berbeda dengan kerajaan Mataram Kuno yang banyak meninggalkan candi sebagai bangunan tempat suci.
3. Raja mempunyai hubungan sangat erat dengan pendeta, tanpa dukungan para pendeta maka seorang raja tidak memiliki kekuatan. Hal ini terbukti kekalahan raja Kertajaya oleh Ken Arok. Saat itu Kertajaya mengabaikan keberadaan para pendeta, sehingga para pedeta mendukung Ken Arok.